SWARA NON-MUSLIM

Blog ini di-dedikasikan bagi kalangan non-muslim Indonesia!

Hi guys, apa kabar? Gimana keadaan di Indonesia sekarang?

FYI:

Sementara blog ini sedang di maintenance silakan click blog ini

-------> nabimuhamad.wordpress

Semua artikel di blog itu bisa langsung di download (PDF file). Juga tersedia terjemahan buku-buku "subversif" dalam bhs Indonesia yg tidak mungkin boleh diterjemahkan & disebarkan secara 'legal' di negara-negara mayoritas islam, include Indonesia, karena akan bikin para muslimer penganut "agama damai" itu ngamuk bin kalap.

Buruan download ebook-nya mumpung belum disensor oleh muslim yg ketakutan islamnya dibongkar habis kepalsuannya.

Untuk info lainnya silahkan email aku: namasamaran@riseup.net atau follow twitterku:@islamexpose

Selamat datang dalam Terang Kebenaran. God bless you all





Benturan Budaya:

Imigran Muslim Akan Diusir
Kecuali Jika Mereka Mengubah
Persepsi Sebagai Ancaman Sosial


Lawrence Solomon, Financial Post
Published: Friday, February 17, 2006

Orang-orang Muslim tidak mau berbaur. Mereka diusir keluar. Inilah yang terjadi dalam sejarah Eropa 400 tahun yang lalu. Kita melihat hal yang sama berulang kembali saat ini.

Orang-orang Eropa jarang menerima para pendatang dari luar, bahkan jika para pendatang itu berambut pirang dan bermata biru yang datang dari negara tetangga. Jika para pendatang itu bukan bangsa Eropa, berkulit gelap dan Muslim, maka orang-orang Eropa harus berusaha keras untuk bertoleransi. Ketika orang-orang Muslim memaksa agar orang-orang Eropa berhenti berlaku sebagai orang Eropa dengan ancaman kematian, maka toleransi orang Eropa pun berhenti pula.

Dalam bentrokan budaya antara sekuler Eropa dan ekstrimis Muslim, tidak akan terjadi penyesuaian atau kompromi. Yang ada pada akhirnya adalah satu pihak akan kalah karena nilai-nilai absolute yang dipegangnya dengan teguh.

Bangsa Eropa yang merupakan mayoritas di daratan Benua Eropa tidak akan melepaskan tanah airnya. Bangsa Eropa menikmati kebebasan budayanya untuk mengejek agama dan ideologi apapun, mentertawakan sapi suci, dan bahkan untuk menyinggung perasaan.

Para pemimpin Eropa telah bereaksi terhadap pihak Muslim yang tersinggung gara-gara kartun, dalam dua cara. Dengan cara publikasi dan untuk mengulur waktu, mereka menenangkan para Muslim yang protes dengan menyesalkan terjadinya penyalahgunaan kebebasan berpendapat. Tindakan mereka yang lebih jelas menunjukkan bahwa mereka ingin mempertahankan bentuk masyarakat Eropa dengan cara menetapkan aturan norma-norma Eropa, dengan memperketat atau menghentikan kaum imigran dari negara-gara Muslim, dengan mengusir ke luar para imam dan aktivis Muslim radikal, dan dengan melakukan deportasi besar-besaran.

Di Perancis, Menteri Dalam Negeri Nicolas Sarkozy yang berhaluan keras, yang di bulan Oktober 2005 menyebut para perusuh Perancis sebagai “kaum jembel,” mewajibkan para imigran non-Eropa untuk menandatangani “Kontrak Datang dan Integrasi” yang baru dan menetapkan kewajiban-kewajiban mereka. Diantara hukum-hukum reformasi baru, Pemerintah Perancis akan bebas mengusir imigran setelah 10 tahun. Kelompok Muslim yang tidak mau berbaur –ini sangat banyak saat ini– akan ditindak secara hukum. Jika kaum imigran ingin hidup di Perancis, mereka harus menunjukkan sikap hormat mereka atas norma-norma Perancis, seperti persamaan hak antara pria dan wanita. “Jika seorang istri dipenjarakan di dalam rumah tanpa kesempatan belajar bahasa Perancis, maka seluruh keluarga akan diminta pergi dari Perancis,” kata Mr. Sarkozy, yang menyusun daftar tingkatan negara-gara untuk menentukan imigran mana yang boleh datang.

Pemerintah Denmark membuat undang-undang imigrasi yang sangat ketat, bahkan menghentikan semua program suaka politik liberal dan tidak menginginkan para pekerja jangka waktu singkat sekalipun. Karena masalah kerusuhan akibat kartun muhammad, banyak pihak masyarakat dan juga pihak Pemerintah Denmark yang ingin menghentikan masuknya imigran Muslim dan para pemimpin Islam radikal dicopot kewarganegaraannya dan diusir ke luar. Untuk mempertahankan nilai-nilai bangsa mereka, Menteri Budaya Denmark yang bernama Brian Mikkelsen baru-baru ini mengajak untuk menciptakan “aturan-aturan senirupa, musik, sastra dan film Denmark.” Di musim panas lalu, dia menyatakan bahwa “Di Denmark kita telah melihat pihak minoritas mempraktekkan nilai-nilai dan pandangan-pandangan abad pertengahan dan non-demokrasi, “ tambahnya, “Ini merupakan bentuk baru dari perang budaya kita.”

Di Jerman, yang merupakan negara pertama yang melakukan program tenaga kerja asing di Eropa, gelombang perubahan kebijaksanaan telah terjadi. “Masyarakat multi kultural hanya bisa berfungsi secara damai di negara berwewenang. Karena itu, kita mengambil tindakan yang salah dengan membawa para pekerja asing dari negara-negara asing ke dalam negeri kita di awal tahun 1960-an,“ kata bekas Konselir Jerman Helmut Schmidt. Konselir Jerman yang baru yakni Angela Merkel juga mengutarakan pendapat serupa: “Pengertian akan multi kulturalisme sudah hancur berantakan,” katanya sebelum pemilu. “Setiap orang yang datang ke sini harus menghormati konstitusi hukum kami dan bertoleransi dengan akar-akar budaya Barat dan Kristen kami.”

Belanda, yang memotong jumlah imigran sampai separuh sejak 2001, telah mendeportasi 26.000 pelamar suaka dan menempatkan para pendatang baru di kamp-kamp penahanan. Di bawah undang-undang yang baru, para wanita dilarang mengenakan burka di mana pun di muka umum, dan tidak hanya di sekolah-sekolah atau gedung-gedung umum seperti yang ditetapkan undang-undang Perancis. “Aku kira kita telah terlalu jauh bersikap penuh toleransi terlalu lama, terutama bersikap toleransi terhadap kaum yg non-toleransi, dan yang kita dapat hanyalah sikap non-toleransi semata-mata,“ kata anggota Parlemen Belanda Geert Wilders, yang terpaksa tinggal di rumah yang dijaga ketat sejak dia menerima ancaman-ancaman pembunuhan dari pihak Islam. Menurut pengumpulan pendapat Pew Global Attitude, 51% orang Belanda merasa tidak senang akan Islam.

Belgia juga tidak bersikap toleransi lagi. “Islam sekarang adalah musuh nomer satu tidak hanya di Eropa, tapi juga di seluruh dunia merdeka, “kata Filip Dewinter, pemimpin Vlaams Belang (The Flemish Interest), yang merupakan partai politik Belgia yang paling populer saat ini. Mr. Dewinter telah meningkat popularitasnya dengan mengatakan bahwa, “pikiran bahwa moderat Muslim ada di Eropa itu hanyalah angan-angan belaka.” Dia berkata, “Sudah ada 25 sampai 30 juta Muslim di tanah Eropa dan sekarang mereka menjadi ancaman. Ini benar-benar merupakan kuda Troya.”

Banyak masyarakat Eropa yang takut melihat banyaknya populasi Muslim di Eropa. Di Switzerland, 25% masyarakat menganggap Muslim sebagai ancaman negara mereka. Di Italia, separuh masyarakat percaya bahwa “pertentangan budaya” antara Barat dan Islam sedang terjadi saat ini dan Islam merupakan “agama yang lebih fanatik daripada agama-agama lainnya manapun.”

Rasa takut melemahkan tapi juga memperkeras ketetapan hati. Presiden European Commission (Komisi Eropa), Jose Manuel Barroso, mendukung tindakan Pemerintah Denmark yang tidak mau minta maaf akan soal kartun dengan berkata, “Lebih baik menerbitkan terlalu banyak daripada tidak punya kemerdekaan.” Sarkozy dari Perancis lebih memilih “kartun yang berlebihan daripada sensor yang berlebihan.” Anggota koalisi Pemerintahan Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi dari partai Northern League mengenakan kaos bergambar kartun Muhammad di kegiatan kampanye. Minggu ini Inggris menetapkan undang-undang yang memperluas hak kebebasan berbicara, tidak peduli betapapun menyinggungnya, dengan batasan tidak untuk membangkitkan kebencian.

Masyarakat Muslim Eropa mengetahui sekarang bahwa mereka hanya punya dua pilihan yakni berintegrasi atau diusir ke luar. Empat abad yang lalu, setelah berpuluh tahun ancaman pengusiran, dan berbagai cara lain agar Muslim berasimilasi, keluhan tentang mereka tetaplah sama saja: hanya berbicara bahasa Arab, berpakaian Arab, menolak nilai-nilai budaya Barat. “Mereka menikah diantara kalangan mereka sendiri dan tidak mau campur dengan orang-orang Kristen,“ kata orang Moriskos Spanyol. Kerusuhan-kerusuhan oleh Muslim memperbesar masalah ketegangan ini. Akhirnya karena mereka tetap tidak mau berasimilasi, kebanyakan dari mereka diusir ke luar Eropa.




Sumber:
http://www.indonesia.faithfreedom.org/forum/viewtopic.php?t=1931
http://www.canada.com/nationalpost/columnists/story.html?id=34cbfbb7-e b95-4e77-a155-3904297e45de&p=1