BAGAIMANA CERITANYA
MUHAMMAD MENGUBAH QIBLAT
Oleh: Sam Shamoun
Pendahuluan
Sepanjang “kenabian” Muhammad dia selalu mencoba untuk merukunkan Yahudi dan Kristen dengan harapan meyakinkan mereka bahwa ia adalah seorang nabi sejati seperti nabi-nabi lain dalam Bibel. Beberapa cara yang dia usahakan adalah dengan mengadopsi praktek keagamaan tertentu dari Yahudi dan Kristen seperti puasa, sunat, tayyamun, peraturan makan (halal-haram), dll. Ketika dia melihat Yahudi dan Kristen tidak menerimanya, dengan menolak menerimanya sebagai nabi, Muhammad berbalik memusuhi mereka dan menghapuskan beberapa dari kebiasaa dan praktek yang asalnya diadopsi dari mereka.
Bukti
Menurut sumber muslim, Muhammad pertama kali mengadopsi puasa Yahudi, yang dilakukan pada Hari Penyesalan (Taubat), ketika dia datang ke Medina:
Diriwayatkan Ibn Abbas: Nabi datang ke Medina dan melihat Yahudi puasa pada hari Ashura. Dia bertanya kepada mereka tentang itu. Mereka menjawab, “Ini adalah hari yang baik, hari dimana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh-musuh mereka. Maka, Musa puasa pada hari ini.” Nabi berkata, “Kami lebih mengakui Musa ketimbang engkau.” Maka, Nabi puasa pada hari itu dan memerintahkan (muslim) untuk puasa (pada hari itu). [Sahih al-Bukhari, Volume 3, Book 31, Number 222], lihat juga [Sahih al-Bukhari, Volume 6, Book 60, Number 202].
Diriwayatkan Aisha: Orang-orang puasa pada hari Ashura (hari ke 10 pada bulan Muharram) sebelum puasa Ramadan menjadi kewajiban. Dan pada hari Kabah ditutup dengan sebuah penutup. Ketika Allah menjadikan puasa pada bulan Ramadhan wajib, Rasulullah berkata, “Siapapun yang ingin puasa (pada hari Ashura) kerjakan itu; dan siapaun yang ingin meninggalkan lakukan itu.” (Sahih al-Bukhari, Volume 2, Book 26, Number 662), lihat juga (Sahih al-Bukhari, Volume 3, Book 31, Number 116).
Dia juga memerintahkan muslim shalat menghadap Jerusalem, arah shalat Yahudi, tetapi kemudian membatalkannya dan mengatkan kepada mereka untuk shalat menghadap Kabah di Mekkah. Quran mencatat reaksi orang-orang ketika Muhammad memutuskan mengubah arah shalat:
[142] Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitulmakdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus. [143] Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. [144] Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidilharam itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. [145] Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamu pun tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebahagian mereka pun tidak akan mengikuti kiblat sebahagian yang lain. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu termasuk golongan orang-orang yang lalim.QS. 2:142-145 terjemahan Al Islam.
Catat baik-baik bahwa text di atas menyatakan secara jelas bahwa Allah-nya islam juga menetapkan qiblat yang lama (sebagai sebuah test).
Sarjana Islam Iran kemudian Ali Dashti menulis mengenai pembatalan Muhammad atas ketaatan muslim atas beberapa ritual Yahudi tertentu. Langkah awal adalah mengubah arah shalat dari Masjid Terjauh (ol-Masjed ol-Aqsa) di Jerusalem ke Kabah di Mekkah. Akibatnya adalah Yahudi sesudah itu dikenakan pajak terpisah dari Muslim. Akibat yang lain adalah orang-orang Arab Medinah dan juga orang-orang Arab secara umum melepaskan kompleks rendah diri (minder) dan mereka digerakkan kepada sejenis kebanggaan nasional, untuk seluruh suku-suku yang memuja berhala Kabah, yang dari sebuah kuil berhala menjadi rumah Abraham dan Ishmael, leluhur umumnya setiap orang Arab.
Dengan cara yang sama berkenaan dengan puasa, pembuat hukum Islam berhenti untuk mengikuti Yahudi dan mengubah jangka waktu awal dari hari ke sepuluh Muharram, yang adalah praktek mereka, ke sejumlah hari dalam bulan Ramadhan dan kemudian seluruh Ramadhan. (Dashti, Twenty-Three Years: A Study of the Prophetic Career of Mohammad, translated from Persian by F.R.C. Bagley [Mazda Publishers, Costa Mesa, CA 1994], p. 92)
Catatan sejahrawan Sunni dan komentator al–Tabari menyediakan beberapa informasi latar belakang untuk ayat-ayat di bawah di atas.
Perubahan Qiblat
Salah satunya Allah mengubah Qiblat Muslim dari Syria (Jerusaelm) ke Kabah. Itu terjadi pada tahun kedua Nabi tinggal di Medina, waktu Sha’ban ( mulai 28 January, 624). Para cendekiawan mula-mula tidak sepakat mengenai tanggal perubahan Qiblat di tahun ini, mayoritas berkata bahwa perubahan dilakukan setengah jalan melewati Sha’ban, delapan belas bulan sesudah singgahnya Rasulullah di Medina.
Mereka yang berkata seperti ini..
Menurut Musa b. Harun al-Hamdani –‘Amr b. Hammad - Asbat – al-Suddi – Abu Malik dan Abu Salih – Ibn ‘Abbas and Murrah al-Hamdani – Ibn Mas‘ud dan beberapa sahabat nabi: Orang-orang mengerjakan shalat menghadap Jerusalem ketika Nabi datang ke Medina, selama delapan belas bulan sesudah perpindahannya. Dia mengangkat kepalanya ke langit ketika shalat, untuk melihat apa yang akan diperintahkan kepadanya , dia mengerjakan shalat ke arah Jerusalem, kemudian ini dibatalkan berpihak kepada Kabah. Nabi mengingini shalat menghadap Kabah dan Allah mewahyukan ayat: “Kami melihat mukamu menengadah ke langit…..”
Menurut Ibn Humayd – Salamah – Ibn Ishaq: Qiblat diubah pada Sha’ban, delapan belas bulan sesudah Rasulllah singgah di Medina.
Ibn Sa‘d - al-Waqidi memberkan catatan yang sama, menambahkan: Qiblat diubah ke Ka’nah pada hari Selasa siang, separuh jalan melewati Sha’ban.
Menurut Abu Ja‘far (al-Tabari): Yang lain berkata bahwa Qiblat diubah ke Ka’bah enambelas bulan sesudah masa Hijrah. Others say that the Qiblah was changed to the Ka‘bah sixteen months after the beginning of the Hijrah era.
Mereka yang berkata seperti ini..
Menurut Al-Muthanna b. Ibrahim al-Amuli – al-Hajjaj – Hammam b. Yahya – Qatadah: Mereka shalat menghadap Jerusalem sementara Rasuullah ada ddi Mekkah sebelum Hijrah. Sesudah Rasulullsh berpindah, dia shalat menghadap Jerusalem untuk 16 bulan dan sesudah itu diubah kearah Ka’bah.
Menurut Yunus b. ‘Abd al-A‘la – Ibn Wahb – Ibn Zayd: Nabi menghadap kea rah Jerusalem 16 bulan, dan kemudian terdengar di telinganya Yahudi berkata, “Demi Allah, Muhammad dan para sahabatnya tidak tahu Qiblat mereka sampai kami mengarahkan mereka.” Ini tidak menyenangkan nabi dan dia menengadahkan mukanya ke Langit, dan Allah berkata, “Kami melihat mukamu menengadah ke langit…..”(The History of Al-Tabari: The Foundation of the Community, translated by M. V. McDonald, annotated by W. Montgomery Watt [State University of New York Press (SUNY), Albany 1987], Volume VII, pp. 24-25; bold emphasis ours)
Al-Tabari tidak masalah mengakui bahwa Muhammad memutuskan mengubah arah shalat sesudah Yahudi memperoloknya.
Menariknya, sumber Muslim menyatakan bahwa Muhammad telah shalat menghadap Jerusalem semasa ada di Mekkah: ...Sementara dia ada di Mekkah dia menghadap ke Syria ketika shalat, dan ketika dia berdoa di antara sudut sebelah selatan dan batu hitam, memposisikan Kabah antara dirinya dan Syria…..(The Life of Muhammad: A Translation of Ishaq’s Sirat Rasul Allah, with introduction and notes by Alfred Guillaume [Oxford University Press, Karachi, tenth impression 1995], p. 135)
Pada lain kesempatan seseorang yang shalat menghadap Mekkah di koreksi oleh Muhammad dan mengarahkannya kearah Jerusalem!!
Ma‘bad bin Ka‘b bin Malik bin Abu Ka‘b bin al-Qayn, saudara B.Salima, berkata kepadaku bahwa saudaranya ‘Abdullah b. Ka‘b yang adalah salah seorang Anshar yang sangat terpelajar mengatakan kepadanya bahwa ayahnya Ka‘b salah seorang yang hadir di al-‘Aqaba dan melakukan penghormatan kepada rasul, menginformasikan dia berkata: ‘Kami pergi bersama para pesiarah musyrik dari orang-orang kami untuk shalat dan mempelajari tata cara ziarah. Bersama kami adalah al-Bara’ b. Ma‘rur ketua dan senior kami. Ketika kami mulai perjalanan dari Medina al Bara berkata, “Aku sampai pada suatu kesimpulan dan aku tidak tahu apakah engkau akan setuju denganku atau tidak. Aku pikir bahwa aku tidak akan memutar punggungku pada bangunan ini” (Ka’bah), “dan aku akan sembahyang menghadapnya.” Kami menjawab bahwa sebegitu jauh yang kami tahu nabi kami shalat menghadap Syria dan kami tidak menginginkan bertindak berbeda. Dia berkata, “ Aku shalat menghadap Ka’ba.” Kami berkata, “Tetapi kami tidak.” Ketika saatnya shalat datang kami shalat ke arah Syria dan dia shalat kea rah Ka’nah sampai kami datang ke Mekkah. Kami menyalahkan dia untuk apa yang dia lakukan, tetapi dia menolak untuk berubah. Ketika datang ke Mekkah dia berkata kepadaku, “Kemenakan, mari kita pergi ke rasul dan bertanya kepadanya tentang apa yang kita kerjakan dalam perjalanan kita. Karena aku merasa was-was sejak aku melihat perlawananmu.” Maka kami pergi untuk bertanya kepada rasul… Al Bara berkata, “O rasulullah, aku datang dalam perjalanan ini auwloh membimbingku kepada Islam dan aku merasa bahwa aku tidak bisa membelakangi bangunan ini, maka aku shalat menghadapnya, tetapi ketika para sahabatku berlawanan denganku aku merasa was-was. Apa pendapatmu, O rasulullah? “Dia menjawab, “Engkau akan mempunyai Qiblat bila engkau menjaganya,“ maka al Bara’ kembali ke qiblat rasul dan shalat menghadap Syria. Tetapi orang-orangnya menyatakan bahwa dia shalat menghadap Ka’ba sampai hari matinya; tetapi tidak demikian. Kami tahu lebih banyak tentang dia daripada mereka (237).’ (Ibid., p. 202; bold emphasis ours)
Pada faktanya, sumber ini mengklaim yang sama bahwa Jerusalem adalah arah Muslim yang paling awal, bukan Mekkah: Dan ketika qiblat diubah dari Syria ke Ka’ba – itu diubah dalam Rajab pada awal bulan ke tujuh belas sesudah rasul datang ke Median -- Rifa‘a b. berkata: Qardam b. ‘Amr, sekutu Ka‘b’s; al-Rabi b. al-Rabi‘ Abu’l-Huqayq; dan Kinana b. al Rabi‘ b. Abu’l-Huqayq datang kepada rasul bertanya kenapa dia membelakangi pada Qiblat yang dia gunakan untuk menghadap ketika dia menganggap bahwa dia mengikuti agama Abraham. Bila dia mau kembali kepada qiblat di Jerusalem mereka akan mengikuti dia dan menyatakannya benar. Niat tunggal mereka adalah untuk merayu dia dari agamanya, maka auwloh mengirim wahyu mengenai mereka: “Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka dari kiblatnya yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus. Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot; --yakni untuk mengetest dan menemukan mereka.-- Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh auwloh; --yaitu godaan-- Dan sungguh itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh auwloh; dan auwloh tidak akan menyia-nyiakan imanmu — yaitu PADA QIBLAT YANG PERTAMA, kepercayaanmu kepada nabimu dan ketaatanmu kepadanya kepada Qiblat yang kemudian dan kepatuhanmu kepada nabimu ditempat itu, yaitu dia akan memberikan pahala kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia (Ibid., pp. 258-259; capital emphasis ours)
Seluruh sumber, Quran, Sira dan Tafsir, berbicara hanya satu perubahan qiblat, dari Qiblat awal (Jerusalem) kepada Qiblat yang baru (Mekkah). Tampaknya Muhammad dan pengikutnya shalat kearah Jerusalem (yang sama dengan ke arah Syria) dari masa awal karir kenabian Muhammad, yaitu lebih dari 13 tahun (seluruh waktu di Mekkah, plus 18 bulan di Medina).
Apa yang menakjubkan adalah bahwa Muhammad menggantikan praktik yang sangat monotheistic untuk hal yang berasal dari orang Arab Mekkah penyembah berhala!
Catat bahwa pengubahan arah shalat muslim –dari Jerusalem ke Kabah— terjadi pada saat ketika Kabah penuh dengan berhala dan penyembahan kepada ilah yang palsu (berhala) adalah praktik harian pada tempat pemujaan itu, bertahun-tahun sampai Muhammad menyerbu Mekkah….
Muhammad mencari Yahudi untuk menariknya ke Islam, dan mengadopsi arah shalatnya adalah salah satu alat yang digunakan untuk usahanya itu. Sesudah menjadi nyata bahwa Yahudi tidak akan pernah mengikutinya, dia berbalik melawan meraka, dan meninggalkan puasa pada Ashura dan Qiblat yang dia pilih untuk mengesankan mereka dan memenangkan mereka. Sesudah Muhammad kehilangan harapan bahwa komunitas Yahudi dan Kristen akan bergabung dengan gerakannya, satu-satunya kelompok yang masih dapat diharapkan untuk bergabung dengan dengannya adalah berbagai suku-suku Arabia.
Muhammad mengikuti berbagai ibadah Yahudi untuk memperoleh sympati mereka. Tampaknya untuk alasan oportunis yang sama dia sekarang mengubah Qiblat Muslim ke arah Kabah, pusat pemujaan Arab Jahiliyah, meskipun faktanya Kabah penuh dengan berhala. Adalah susah untuk dikatakan spekulasi tak berdasar anggapan bahwa dia memberi tempat suci mereka posisi yang sangat penting dalam agamanya adalah dalam rangka untuk membuatnya lebih menarik perhatian orang Arab untuk bergabung dengan Islam.
Catatan penutup:
Ini sangat nyata dari contoh-contoh di depan bahwa Quran berisi pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan Muhammad. Pandangan Muhammad terhadap orang-orang dan kejadian tertentu membantu untuk membentuk gaya dan isi Quran. Sebagai contoh, penolakan Yahudi membawanya untuk membatalkan kewajiban agama tertentu seperti arah shalat Muslim dan memasukkan ini ke dalam Quran dalam rangka memberi mereka sebuah sangsi ilahi. Ini menunjukan asal Quran yang sangat manusiawi, bahwa perintah dan instruksi Quran tidaklah diturunkan dari tempat tinggi tetapi hanyalah sebagai akibat perasaan dan pengalaman Muhammad.
Muslim harus mengatasi persoalan atas fakta bahwa Quran berisi buah pikiran manusia belaka dan ekspresi dari Muhammad sendiri, dan oleh karena itu bukanlah berasal dari yang ilahi. Atau mereka harus menerima fakta bahwa Allah berubah pikiran dan ajaran dalam rangka memenuhi hasrat dan keinginan Muhammad, sesuatu yang bahkan Quran sendiri menegaskanya secara gamblang.
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu (Muhammad) menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat YANG KAMU SUKAI. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidilharam itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. [QS 2:144 Al Islam]
Melihat semua hal ini, apakah ada yang mengherankan bahwa banyak sarjana dan penulis melihat Quran membatalkan praktek monotheistic yang khas sebagai pengganti kebiasaan dan upacara kafir sebagai bukti bahwa Quran adalah sungguh-sungguh produk Muhammad ketimbang wahyu dari Tuhan?
Juga, apakah ini mengejutkan para pembaca ketika individu-individu semacam penulis dan apologist Kristen DR. Robert Morey bisa membuat pernyataan berikut tentang Muhammad membatalkan arah shalat?
Awalnya Muhammad mengatakan pengikutnya untuk shalat menghadap Jerusalem. Kemudian dia mengatakan kepada mereka karena Allah ada di mana-mana mereka boleh menghadap ke arah manapun yang mereka ingini. Kemudian dia mengubah pikiran kembali dan mengarahkan mereka shalat menghadap Mekkah (Sura 2:115 vs 2: 144). Banyak sarjana percaya bahwa perubahan arah tergantung kepada dia mencoba menyenangkan Yahudi ataukah orang-orang pagan. (Morey, The Islamic Invasion: Confronting the World’s Fastest Growing Religion. Harvest House Publishers, Eugene, Oregon 1992, p. 146).
Dan adakah sesorang yang sungguh-sungguh terkejut bahwa istri Muhammad sendiri bisa membuat pengamatan cerdas seperti ini berkaitan bagaimana “wahyu” yang selalu datang disesuaikan dengan kesenangan dan khayal Muhammad ?
Diriwayatkan Aisha : Aku mengawasi perempuan-perempuan itu yang memberikan diri mereka ke rasulullah dan aku berkata, “Dapatkah seorang perempuan memberikan dirinya (kepada pria)?” Tetapi ketika Allah mewahyukan: “Engkau (O Muhammad) dapat membatalkan siapapun yang engkau kehendaki dari mereka (istri-istri mu), dan engkau dapat menerima siapapun dari mereka yang engkau ingini; dan tidak disalahkan bagimu bila engkau mengajak kembali salah satu dari yang engkau ceraikan (bersifat sementara) [33.51] Aku berkata (kepada Nabi) , “Aku merasa bahwa Tuhan selalu dengan cepat memenuhi keinginan dan hasratmu.” [Sahih al-Bukhari, Volume 6, Book 60, Number 311].
Jelas terlihat, Aisha menyindir si Mamad nabi gadungan itu dengan mengatakan bahwa kalau orang lain tidak boleh tetapi bila itu buat si Mamad boleh-boleh saja. Tentu dengan disahkan oleh ayat-ayat yg turun langsung dr si auwloh utk memenuhi hasrat (nafsu) nabi gadungan kita itu. Ini sekaligus membuktikan kepalsuan keduanya; kenabian si Mamad, dan ke-Tuhan-an si auwloh. Keduanya palsu. Muhammad nabi palsu, dan auwloh Tuhan palsu!!!
Sumber: http://www.indonesia.faithfreedom.org/forum/viewtopic.php?t=10540