Artikel ini untuk menjawab para muslim yg slalu berkoar-koar bahwa Alkitab (Injil) sudah dipalsukan!
MENJAWAB TUDUHAN
PEMALSUAN INJIL
J |
ika kita mengamati Alkitab (Perjanjian Lama & Perjanjian Baru) lalu kita bandingkan dengan isi Quran, kita akan mendapatkan selain beberapa cerita yg mirip, juga cerita-cerita Quran yg tidak terdapat dlm Alkitab. Banyak perbedaan-perbedaan, pertentangan dan bahkan nama Muhammad sama sekali tidak pernah disebut di dalam Alkitab. Masalah ini menjadikan kaum muslim “bahkan dimulai sejak jaman Muhammad sendiri” merasa sulit sekali utk menyelaraskan atau mengawinkan antara harapan dan kenyataan.
Harapannya, meskipun antara Alkitab dan Quran itu berbeda, namun seharusnya perbedaan itu bukanlah perbedaan yg prinsipil. Dan dari pandangan Quran, seharusnya ahlul-Kitab atau umat yg menerima Kitab Allah, yaitu orang-orang Yahudi dan Kristen, sudah menyatakan dan mengakui bahwa Muhammad itu nabi yg benar, --yg diutus oleh Allah yg sama dengan Allah-nya Abraham, Ishak, dan Yakub (Allah Israel), yg juga adalah Allah yg sama yg disembah oleh orang-orang Kristen sebab mereka telah menerima Firman yg otentik, asli dan benar dari sumber yg sama, yakni Allah sendiri. Namun pada kenyataannya, sejak jaman Muhammad, mereka (Yahudi & Kristen) tidak mau menerima dan menyatakan Muhammad sebagai nabi utusan Allah, dan malahan khususnya hubungan antara orang-orang muslim dengan orang-orang Yahudi selalu penuh dengan ketegangan, konflik dan kontroversi.
Dari latar belakang seperti inilah, maka dapat dimengerti kalau sikap Quran terhadap Ahlul-Kitab menjadi dialectical relationship (alias tidak konsisten; disatu sisi dikatakan Taurat & Injil itu dari Allah dan oleh karena itu maka Allah sendiri yg akan menjaganya dari tangan-tangan manusia, namun di-sisi lainnya dikatakan telah dipalsukan atau diubah. Dengan demikian, sebenarnya Quran menyangkal pernyataannya sendiri bahwa Allah akan menjaga FirmanNya dari tangan-tangan manusia. Btw, kpd pembaca muslim, aku bertanya; itu sebenarnya ketidak-konsistenan Quran atau ketidak-konsistenan Allah?! Tidak mungkin keduanya benar sekaligus, dan keduanya salah. Harus ada salah satu diantaranya yg benar atau salah. Silahkan pilih sendiri! -adm).
Disatu pihak Quran menekankan bahwa Ahlul-Kitab telah menerima Wahyu dan Kitab yg benar, Otentik dan asli dari Allah sendiri, namun di lain pihak Quran juga menuduh mereka telah menyembunyikan atau yaktumuna, tukhfuna, mengubah dan merusakkan atau yuharrifuna, serta mengganti atau baddala, yaunna akan Firman Allah di dalam hidup mereka. Akibatnya mereka tidak bisa mengenal Muhammad sebagai nabi Allah. Dari semua tuduhan-tuduhan tersebut, tuduhan yg paling serius adalah tuduhan mengubah atau merusakkan atau yuharrifuna, kata bendanya tahrif: Di dalam bhs Arab kata ini bisa diartikan perubahan tafsiran, disebut tahrif maanawi. Untuk mengetahui apa yg dimaksud di bawah ini berturut-turut kita akan meneliti satu persatu dari kata-kata tersebut secara singkat.
Q.2:146
Orang-orang (Yahudi & Nasrani) yg telah kami beri Alkitab (Taurat & Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian dari mereka menyembunyikan (yaktumuna) kebenaran padahal mereka mengetahui.
Catatan terjemahan: kata “Muhammad” seharusnya diterjemahkan “-nya”, yg menunjukkan kepada Firman yg diterima Muhammad (lihat Pickthall, The Glorious Koran, text and explanatory translation; New York, A Mentor Religious Classic, 1956. Sebagai informasi, Pickthall adalah seorang muslim).
Dari ayat tersebut, Ahlul-Kitab yg telah mendapatkan Kitab yg benar dari Allah diharapkan akan dapat mengenal Wahyu yg datang kepada Muhammad secara akrab. Namun kenyataannya mereka tidak mengenal. Hal ini menimbulkan tuduhan yg dimuat dalam Quran bahwa sebagian dari mereka menyembunyikan (yuktumuna) tanpa penunjukan dan dikatakan –menyembunyikan- kebenaran, atau di dalam Q.6:91 dinyatakan menyembunyikan apa yg telah diwahyukan Tuhan. Di dalam 5:15 dikatakan bahwa Muhammad datang dengan Quran untuk menjelaskan apa yg telah engkau sembunyikan, dan seperti sebelumnya disini juga tak dijelaskan sama sekali tentang bagian Quran mana yg menjelaskan, dan bagian Alkitab mana yg disembunyikan, serta bagian Alkitab mana yg mau dijelaskan oleh Quran, juga tak dijelaskan sama sekali cara bagaimana, kapan, dimana dan mengapa Ahlul-Kitab menyembunyikan. Repotnya, Quran bungkam dalam soal ini. Akibatnya, sampai saat ini muslim dibuat kebingungan sendiri ketika dituntut penjelasan tentang hal ini.
Empat kali kata kerja yuharrifuna (mengubah, merusakkan) dipakai di dalam Quran dengan subject orang Yahudi atau bani Israel (Q.4:46; 5:13; 4:41 dan Q.2:71). Semuanya dari surah-surah yg diturunkan di Madinah setelah hubungan antara Muhammad dengan Ahlul-Kitab, khususnya Yahudi retak dan penuh dengan ketegangan dan akhirnya putus sama sekali. Dan yg menarik sekali dipakai kata benda harf: fluctuating state atau posisi yg mengambang, dan diterapkan kepada sebagian dari orang Arab Muslim sendiri.
Di dalam Q.4:46, setelah statement umum dari antara orang-orang Yahudi mengubah (yuharrifuna) kata-kata dari konteksnya (mawadiih), lalu diberikan contoh konkrit tentang permainan kata-kata dari orang-orang Yahudi tersebut. “Kami mendengar, tetapi kami tidak mau menuruti” (kata Arab: sami’na wa’asayna), sebagai pengganti dari “Kami mendengar dan menurutinya” (kata Ibrani: shamanu we asinu); Dan kata Arab raa’ina artinya sudilah kiranya kamu memperhatikan kami (sebagai kata-kata yg sering diucapkan untuk memohon perhatian) yg ditirukan oleh orang-orang Yahudi dengan tak begitu jelas ke kata Ibrani ra’ artinya evil, jahat untuk mengolok-olok Muhammad dan para pengikutnya. Inilah PLESETAN ala Yahudi yg bikin Muhammad dan para pengikunya ngambek sampe hari ini!! (Lucu ya, hehehee?!!)
Dari contoh kedua, jelas merupakan permainan kata-kata orang Yahudi untuk mengejek Muhammad, sedangkan dari contoh pertama lebih merupakan konfirmasi atau pengakuan atas tabiat orang-orang Yahudi yg menurut Muhammad mereka tampaknya mengatakan ‘asinu’ artinya :kami melaksanakan, tetapi mereka menunjukkan ‘asyina,’ kami tak melakukan.
Disebut kembali di dalam Q.5:13, bahwa bani Israel yuharrifuna kata-kata dari konteks dan melupakan sebagian dari apa yg telah mereka ingatkan, tanpa disebutkan secara spesifik bagian yg mana dari Alkitab yg telah diubah dan dilupakan.
Dari dua ayat tersebut di atas maka jelas yg dimaksud dengan tahrif disini bukanlah perubahan textual atau harafiah dari Alkitab, melainkan penafsiran arti dari kata-kata yg terdapat di dalam Alkitab. Kata-kata tertentu telah diambil atau dikeluarkan dari konteksnya dan diterapkan ke suatu hal yg tidak pernah dimaksudkan oleh Wahyu Allah. Sehingga akibatnya kata-kata itu menjadi berubah maknanya. Khususnya Q.4:46, justru contoh konkritnya tidak menunjukkan sama sekali kepada perubahan ataupun pemalsuan text atau pasal bacaan dari Alkitab, melainkan kepada permainan kata orang-orang Yahudi yg menggambarkan sifat dan sikap ketidakjujuran dan kemunafikan mereka dalam berurusan dan berhubungan dengan Muhammad dan orang-orang muslim.
Kesimpulan tersebut di atas lebih ditegaskan lagi di dalam Q.5:41 yg kalau dibaca dari keseluruhan konteksnya mengungkapkan tentang delegasi orang-orang Yahudi yg diutus utk menemui Muhamamd, utk meminta pengadilannya atas perselisihan mereka. Tidak jelas apakah yg menjadi masalah dari perselisihan tersebut. Mungkin masalah zinah, dimana orang-orang Yahudi ingin mengubah hukum rajam (sesuai dengan Quran) menjadi pemukulan dan penghitaman muka si tersangka, lalu mereka berkata kepada orang-orang Yahudi yg mengutus: “Kalau ini diberikan, terimalah! Dan jika kamu diberi yg bukan, berhati-hatilah!” Di dalam kasus ini menarik sekali untuk digaris-bawahi, bahwa Muhamamd menunjuk kepada Taurat sebagai dasar utk menghakimi mereka, dan sikap yg sama juga ia terapkan kepada orang-orang Kristen yg harus diadili menurut Injilnya.
Denga demikian yg diubah oleh delegasi tersebut bukanlah kata secara literal atau harafiah maupun menafsirkan arti dari Taurat, tetapi keputusan Muhammad berkenaan dengan perselisihan mereka. Malahan disini Muhammad justru mengakui Taurat dan Injil sebagai Kitab yg Otentik dan asli dari Allah di tangan orang-orang Yahudi dan Kristen, dan oleh karena itu Kitab tersebut berwibawa dan harus dituruti oleh mereka baik secara agama maupun hukum peradilan.
Selanjutnya di dalam Q.2:75-79, ketika perselisihan antara orang-orang muslim dengan orang-orang Yahudi makin memuncak, orang-orang Yahudi dituduh sebagai kaum munafik sebab ketidakjujuran dan mereka dianggap telah melakukan pengkhianatan terhadap Muhammad. Mereka mengatakan: kami percaya, namun mereka tetap menyimpan pengetahuan dari Alkitab mereka terhadap orang-orang muslim. Mereka dituduh telah mengubah firman Allah, tanpa penjelasan firman Allah yg mana yg diubah itu. Sehingga disini ada dua tafsiran: Pertama; Mungkin firman Allah yg dimaksud itu adalah firman yg difirmankan kepada Musa dimana ada beberapa orang Yahudi yg mendapatkan kesempatan utk ikut mendengarkannya, lalu setelah mereka kembali kpd orang-orang Yahudi yg lain mereka mengatakannya berbeda dari apa yg telah mereka dengar (Rabi b. Anas d. 140 AH). Kedua; Mungkin ‘firman Allah’ yg diucapkan Muhammad kpd beberapa orang Yahudi berkenaan dengan keputusan hukum rajam bagi penzinah sebagaimana yg telah kita baca di atas.
Apakah firman itu menunjukkan Firman yg didengar di zaman Musa, ataukah keputusan Muhammad, yg lebih penting disini bahwa tahrif, pengubahan itu bukanlah berarti perubahan secara textual atau harafiah, melainkan menunjuk kepada perubahan verbal atau kata-kata yg diucapkan dan penafsiran arti yg terjadi ketika beberapa orang Yahudi mendengar firman Allah kepada nabi Musa atau pembacaan dan pelaguan Firman Allah di dalam Taurat, kemudian di dalam berhubungan dengan orang lain mereka menerangkannya secara berlainan. Quran bahkan mengingatkan bahwa akan celakalah bagi orang yg menulis buku dan mengatakannya ini dari Allah. Sehingga disini buku yg dimaksud jelas bukanlah Alkitab, tetapi buku lain, mungkin buku tafsir yg semena-mena. (alTabari).
Yang lebih menarik lagi bahwa Q.22:11 kata Arab harf, artinya secara harafiah: tepi, posisi yg mengambang; yaitu jikalau agama mendatangkan keuntungan duniawi mereka puas dan kelihatan sungguh-sungguh, tetapi jika ditimpa bencana mereka berbalik menyembah berhala, juga diterapkan sebagian orang Arab yg masuk islam, namun yg meragukan ke-islamannya.
Sebagai pengembangan dari konsep tahrif, di dalam Q.2:58,59 dan Q.7:161, 162. Beberapa orang diantara bani Israel juga dituduh telah mengganti (baddala) Firman Allah dengan kata-kata lain. Dengan contoh konkrit: Tuhan telah berkata kepada bani Israel, jikalau mereka memasuki kota tertentu, mereka minum, makan manna dan seterusnya, mereka harus sujud di depan pintu gerbang kota sambil berkata hittah sebagai kata-kata permohonan ampun, tetapi mereka mengganti dengan kata-kata lain yg tak disebutkan oleh Quran. Dengan demikian yg diubah disini jelas bukan menunjuk kepada ayat-ayat Alkitab secara harafiah maupun tafsiran, melainkan menunjuk kepada ketidaksetiaan sikap dan perilaku Israel yg tidak menuruti kehendak Tuhan.
Di dalam dialectical relationship (alias, inkonsisten. -adm), setelah kita membicarakan tuduhan Quran terhadap Ahlul-Kitab berkenaan dengan Alkitab mereka, sebagai keseimbangan kini baiklah kita juga menyelidiki pandangan positifnya.
Dari penelitian satu persatu sebelumnya, di sini perlulah ditekankan bahwa tuduhan Quran tentang pengubahan, penggantian, pengrusakan dan bahkan pemalsuan bagian-bagian dari Alkitab jelas tidak ditujukan kepada seluruh orang-orang Yahudi dan Kristen, melainkan hanya kepada mereka yang dianggap telah berlaku curang kepada Muhamad (Q.2:146; 2:59; 2:174; 5:41; 4:46; 2:75; 3:78; 7:162). Hal ini menyatakan bahwa menurut Quran masih banyak diantara orang Yahudi dan Kristen yg baik hati, jujur dan tidak sombong. Mereka rendah hati di hadapan Tuhan dan tidak menjual ayat-ayat Tuhan untuk harga yg rendah (Q.3:199). Mereka membaca dan melagukan Alkitab mereka dengan pembacaan dan pengajian yg benar (Q.2:121). Oleh karena itu Quran memerintahkan Muhammad dan para pengikutnya (muslim), jikalau ada keraguan sehubungan dengan Firman Allah yg telah difirmankan kepadanya, supaya mereka bertanya kepada orang-orang Yahudi dan Kristen yg terlebih dahulu telah mendapatkan dan mempunyai Firman Allah dan Alkitab yg Otentik (Q.10:94).
Sikap Quran terhadap kitab-kitab pre-Quranic tetap dipandang asli, autentik dan berwibawa dari Allah sendiri. Hal ini dapat dibandingkan antara Q.6:154, 155 yg diturunkan di Mekkah sewaktu hubungan antara Muhammad dengan orang Yahudi belum terputus dengan Q.5:44-46 setelah hubungan mereka terputus. Jikalau ada perselisihan ketidakselarasan dengan Ahlul-Kitab, kesalahan itu bukanlah terletak pada Tuhan atau KitabNya, melainkan pada manusianya. Untuk menjaga dan melindungi Wahyu Allah dari ketidak-setiaan dan kesalahan manusia, di dalam Q.46:7-9 merupakan sebuah garansi langsung dari Allah yg menjamin bahwa bagaimanapun manusia berusaha mengingkari dan menggelapkan kebenaran Firman Allah, mereka tidak akan berhasil, sebab mereka tidak mempunyai kekuasaan untuk melawan Tuhan.
Jadi, bila muslim tetap ngeyel/ngotot mengatakan bahwa Alkitab (sebagai Kitab yg diturunkan oleh Allah sendiri) telah dipalsukan oleh tangan-tangan manusia (bahkan tangan-tangan setan sekalipun), maka si muslim telah mengingkari jaminan Allah yg telah disampaikan di dalam Q.46:7-9 tersebut. Dan yg lebih ironis lagi, sadar ataupun tidak, muslim telah membuat Allah sebagai PEMBOHONG BESAR, karena telah mengingkari janjiNya sendiri untuk menjaga Kitab-kitabNya.
Wassalam,
Namasamaran
Sumber:
www.indonesia.faithfreedom.org/forum/viewtopic.php?t=5978