SWARA NON-MUSLIM

Blog ini di-dedikasikan bagi kalangan non-muslim Indonesia!

Hi guys, apa kabar? Gimana keadaan di Indonesia sekarang?

FYI:

Sementara blog ini sedang di maintenance silakan click blog ini

-------> nabimuhamad.wordpress

Semua artikel di blog itu bisa langsung di download (PDF file). Juga tersedia terjemahan buku-buku "subversif" dalam bhs Indonesia yg tidak mungkin boleh diterjemahkan & disebarkan secara 'legal' di negara-negara mayoritas islam, include Indonesia, karena akan bikin para muslimer penganut "agama damai" itu ngamuk bin kalap.

Buruan download ebook-nya mumpung belum disensor oleh muslim yg ketakutan islamnya dibongkar habis kepalsuannya.

Untuk info lainnya silahkan email aku: namasamaran@riseup.net atau follow twitterku:@islamexpose

Selamat datang dalam Terang Kebenaran. God bless you all

.
Perjalananku Di Mesir :

CACATAN TENTANG

KEHIDUPAN NON-MUSLIM

DIBAWAH PENINDASAN ISLAM

Oleh: Jesse Petrilla* (April 21, 2008)




S

aya baru-baru ini tiba kembali ke Amerika dari Mesir, dalam rangka mengamati bagaimana sih hidup non muslim dibawah kekuasaan islam. Yang saya lihat adalah sebuah situasi yang mengerikan, penuh tekanan serta diskriminasi yang diabaikan orang Amerika dan Barat.

Sebuah tempat yg penuh dengan brutalitas polisi dan korupsi, dimana non-muslim dijadikan warga kelas dua dan setiap hari dijadikan korban kebrutalan. Semua ini terjadi disebuah negara yang menjadi objek wisata populer orang AS dan yg merupakan penerima bantuan finansial Amerika sebanyak lebih dari US$ 28 Milyar selama tiga dekade ini. Saya ingin tahu bagaimana jadinya kehidupan jika musuh kita dan sekutu-sekutu mereka sampai menguasai Amerika.


Penduduk desa El Baraka di Minya melihat dari balkon
pembangunan sebuah sekolah yg didanai dgn uang AMERIKA.
[Click-Link].


Yang kulihat adalah contoh kehidupan pahit yang bila kita tidak hati-hati dan membiarkan Islam mendominasi Amerika, bisa menjadi masa depan suram bagi generasi muda Amerika.

Perjalanan saya dimulai pada penerbangan dengan Egypt Air dari bandara JFK. Saya kaget ketika TV in-flight menyala: biasanya yang diputar pertama kali adalah video ttg keselamatan di udara dll, tapi yang muncul ternyata adalah gambar-gambar mesjid dengan suara bacaan ayat Quran. Saya pernah terbang memakai jasa penerbangan Israel El Al beberapa kali dan ratusan penerbangan lainnya baik Amerika maupun negara lain dan selama penerbangan, tidak sekalipun saya mendengar atau menonton pemancaran doa-doa Kristen atau Yahudi. Bayangkan reaksi warga AS atau warga negara-negara Barat jika perusahaan penerbangan mereka melakukan hal ini!

Jelas Muslim yang memiliki penerbangan ini berasumsi bahwa semua penumpangnya, apalagi yg non-Muslim, benar-benar berhasrat utk mendengarkan lantunan ayat Quran. Setelah selesai lantunan Quran baru disetel video ttg keselamatan di udara dan perjalanan saya pun berlanjut; saya menuju Kairo dan Alexandria utk merasakan bagaimana kehidupan disana bagi orang-orang non-muslim.

Hari pertama, saya kunjungi Kairo Tua. Berjalan disepanjang gang-gangnya, saya mengunjungi banyak gereja-gereja kuno. Ketika saya memasuki satu tempat, saya sampai disebuah sinagog tua. Saya semangat utk menemukan dan mempelajari apa pengalaman-pengalaman yang dialami oleh orang-orang Yahudi yg tinggal disana. Saya masuk dan kecewa, bahkan sangat muak ketika sinagog itu penuh dgn para perempuan berjilbab yg berjualan perhiasan dan kartu pos. Ini sebuah ‘museum’ yang sepertinya dipakai oleh pemerintah untuk menunjukkan betapa ‘toleran’nya mereka. Saya mendengar seorang tour guide menjelaskan bahwa ‘dulu pernah ada Yahudi disini’ dan kata dia, hanya ada satu sinagog lainnya dikota itu. Saya jadi membayangkan apakah satu hari nanti (jika islam berkuasa) hanya akan ada satu atau dua sinagog atau gereja yg tersisa sbg museum.

Lebih menyebalkan lagi, polisi Mesir melarang segala penjepretan foto atau video, baik didalam ataupun diluar sinagog, dan mereka mengancam akan menyita peralatannya jika hal itu ditentang atau dipertanyakan.


Kairo, kota bising berpenduduk 15 juta jiwa


Begitu saya melanjutkan perjalanan, suara panggilan sholat mulai dikumandangkan dari mesjid terdekat saya, lalu mesjid satunya lagi, lalu mesjid lainnya, lalu lainnya lagi, sampai suara memekakkan telinga dari ribuan TOA seluruh mesjid memenuhi angkasa dengan pekikan “AllahuAkbar” dilanjutkan dengan ayat-ayat Quran. Saya ingat bagaimana dibeberapa kota Amerika termasuk di Dearborn, Michigan, aturan adzan ini mulai diijinkan.

Saya menemui teman yang juga aktivis HAM di Mesir. Dia menunjukkan pada saya UU Mesir, dimana dalam artikel II menyatakan bahwa Hukum Syariah harus menjadi ‘sumber Hukum Utama’. Ini berlaku bagi siapapun yang ada didalam negeri, apapun agama mereka. Temanku itu menceritakan dan menunjukkan foto-foto seorang anak perempuan Kristen yang diculik dan dipaksa masuk islam atau mati, dan keluarga mereka diancam agar tidak mengganti agamanya kembali.

Setelah beberapa hari di Kairo, perjalanan saya diteruskan ke Alexandria dimana saya ingin mengunjungi beberapa gereja disana yang telah diserang beberapa kali belakangan ini.

Dalam kereta api ke Alexandria kami melalui pedusunan dan perkampungan yg dipenuhi rumah-rumah beratap rumput; guide kami bilang bahwa hewan ternak juga tinggal didalam rumah dengan penghuni rumahnya. Saya bertanya sambil bercanda apakah para perempuan tidur dikandang hewan? Tapi dia diam saja tidak menjawab.

Saat itu saya baru sadar bahwa mayoritas lelaki disana dahinya mempunyai tanda (dua “titik” kehitaman), ini mengingatkan saya akan satu ayat dari kitab Wahyu. Sang guide mengatakan bahwa tanda itu terbentuk karena dahi mereka banyak bergesekan dengan lantai/sajadah ketika sholat; Dia juga bilang bahwa di Mesir khususnya, mungkin juga ditempat lain, ada lelaki yang membakar sendok metal lalu menempelkannya didahi mereka untuk menciptakan tanda demikian, sepertinya tidak keren kalau tidak punya tanda seperti itu.

Begitu kami keluar dari kereta api di Alexandria, seorang polisi menghampiri dan mengatakan kpd guide kami yg kebetulan seorang lelaki Koptik bahwa dia tidak punya ijin utk menjadi guide, lalu dia minta uang sogok kalau ingin diijinkan.

Ini bukan pertama kalinya selama tur saya seorang polisi tiba-tiba muncul minta duit. Kayaknya setiap saya mengeluarkan kamera, seorang polisi pasti nongol bilang tidak boleh memotret dan saya harus membayarnya kalau mau memotret. Biasanya mereka tidak minta lebih dari sepuluh atau dua puluh dollar, dan untungnya guide saya kebanyakan bisa berdebat dengan para polisi itu, hingga saya tidak harus selalu keluar uang.

Kami beranjak ke hotel dan dikamar saya menyalakan TV dan langsung merasa sebal karena melihat patung Liberty sedang terbakar; saya pindah saluran, tapi yang saya dapatkan hanya anak kecil menangis sambil tangannya diangkat ke angkasa, gambar tsb tergabung dengan gambar tentara Amerika. Lalu video tsb terpotong dengan gambar anak lelaki berdarah yang tergeletak ditanah, jelas ini propaganda anti-Amerika. Anehnya disamping anak terluka itu terlihat seorang pejabat medis AS menolongnya, pastilah anak itu terluka oleh para teroris Jihad, tapi penonton pasti tidak tahu hal itu jika mendengar nada pembicara dari video itu.

Penghentian pertama di Alexandria adalah gereja St. George, gereja ini mengalami serangan brutal tahun 2005 oleh seorang muslim umur 20-an yg memasuki gereja pada saat selesainya sebuah kebaktian.


Sang suster tidak berdaya dan tidak bersenjata
yg diserang pisau Muslim [Click-Link].


Dia berteriak “Allahuakbar’ dan menusuk dada seorang suster dengan pisau. Beberapa hari setelah penusukan itu, massa Muslim kembali ngamuk juga menyerang gereja tsb, mengacung-acungkan kayu dan melempari jemaat Kristen dan gereja tsb dgn batu.


Massa Muslim sedang menyerang gereja St George [Click-Link].


Banyak mobil dan tempat usaha orang Kristen didaerah tsb dibakar dan pada akhirnya tiga orang mati dlm kerusuhan muslim yg disulut oleh hasutan tentang adanya khotbah digereja tsb yang 'menyakiti islam.'

Saya melakukan kebaktian disana, dan saya dengar setiap 15 detik sekali keluar teriakan “allahuakbar-allahuakbar” dari pengeras suara (TOA) yang sengaja diarahkan ke gereja ini dari mesjid seberang. Mereka berusaha berteriak-teriak mengacaukan jalannya kebaktian. Ini teriakan diluar panggilan sholat yang lima kali sehari, betul-betul disengaja utk mengacaukan kebaktian. Teriakan-teriakan itupun langsung berhenti begitu kebaktian selesai dan tidak terdengar selama tidak ada kegiatan digereja.

Saya mengambil video dari kejadian ini dan menyimpannya di Youtube. Kalau tidak jelas, buka: klik-disini.

Perhentian berikutnya adalah Gereja All Saints. Ketika sampai disana, saya lihat sebuah mesjid besar tepat diseberang jalan dan mesjid lainnya didekat sana juga. Ini terjadi dikota-kota lainnya, dimana ada gereja, mestilah mesjid mengepungnya. Malah saat ini akan sangat mustahil utk mendapatkan ijin membangun gereja baru dimanapun di Mesir. Thn 2006, gereja All Saints juga diserang; seorang Muslim masuk dan mulai menusuki orang-orang yang ada digereja sambil meneriakkan yel-yel khas dan sudah akrab ditelinga kita “AlluOOOOOOOOhuakbar!”.


Sanak keluarga salah seorang korban [Click-Link].


Hari itu dia menyerang tiga gereja, melukai berat banyak orang dan membunuh seorang berumur 78 tahun. Tapi pemerintah –karena tekanan muslim-- membebaskannya dengan alasan ia 'gila.'

Saya bertemu banyak orang dalam perjalanan ini dan saya belajar banyak tentang kehidupan sebagai minoritas disebuah negara ber-syariat Islam. Saya bicara dengan seorang pendeta yang mengatakan bagaimana generasi muda Kristen makin lama ter-Islamisasi. Saya bicara dengan orang yang mengatakan anaknya diajarkan disekolah negeri bahwa mereka akan masuk neraka jika tidak jadi muslim. Saya melihat sendiri intimidasi dan tekanan-tekanan dalam berbagai macam cara & bentuknya dan sebuah kehidupan yang didikte oleh Hukum islam yg sering tidak disadari orang-orang Barat tapi secara perlahan mulai terlihat.

Sebelum pergi, guide kami menunjukkan KTP-nya yg disudutnya dicap dgn angka “2” yang besar dan bersinar. Dia bilang bahwa orang Kristen harus diberi angka itu di KTP-nya. Saya tanya apakah Muslim juga diberi nomor. “Ya”, jawabnya; Nomor “1”.

[Artinya, muslim adalah warga negara kelas satu, dan non-muslim adalah warga negara kelas dua. Dimanapun di dunia ini, dalam masyarakat yg menerapkan syariat islam sbg landasan hukum negara, maka PASTI non-muslim akan mengalami diskriminasi. Inikah agama damai yg merupakan rahmat bagi alam semesta? Bullshit! –adm].



* Jesse Pedrilla adalah pendiri dari The United American Committee.



Bacaan lebih lanjut (Klik):







Sumber:
http://www.indonesia.faithfreedom.org/forum/viewtopic.php?t=24513
http://www.unitedamericancommittee.org/afteraction_egypt.htm